PRESS RELEASE BINCANG ONLINE MEMPERINGATI HARI NELAYAN NASIONAL DAMPAK COVID-19 TERHADAP PERIKANAN DAN KELAUTAN
Pada hari Jumat, 17 April 2020, Departemen Kajian Strategis Keluarga Mahasiswa Ilmu Perikanan Universitas Gadjah Mada mengadakan Diskusi Online yang bertemakan ”Dampak Covid-19 Terhadap Perikanan dan Kelautan” daring (dalam jaringan) melalui aplikasi Zoom Video Communication pada pukul 20.00 hingga pukul 22.00 WIB. Kegiatan diskusi tersebut dimulai dari pembukaan oleh moderator, penyampaian materi oleh para pemateri, dan diakhiri dengan sesi tanya jawab. Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah dosen, mahasiswa, dan umum berasal dari Perikanan UGM dan beberapa non-UGM. Karena diskusi ini ditujukan untuk umum sehingga siapa pun dapat bergabung. Pada diskusi ini, terdapat dua narasumber yang berasal dari Alumni Perikanan UGM, yaitu Bapak Kalma B.N. Warya, S.Pi., sebagai praktisi/pelaku unit pengolahan perikanan di Makassar selaku pemateri 1 dan Bapak Fransiscus Adi Wijayanto, S.Pi., sebagai penyuluh perikanan bantu KKP Kabupaten Sleman selaku pemateri 2. Adapun moderator diskusi berasal dari mahasiswa Departemen Kajian Strategis Keluarga Mahasiswa Ilmu Perikanan Universitas Gadjah Mada yaitu Mohamad Afif Dzulqifli.
Diskusi ini diawali oleh Bapak Kalma sebagai pemateri pertama, dengan pemaparan mengenai kondisi industri real di lapangan saat pandemi Covid-19. Pada sektor industri skala kecil dan industri skala menengah terdampak langsung sehingga mengalami kerugian. Perlahan lahan industri skala menengah ke atas merasakan dampaknya. Banyak Negara Asing yang permintaannya menurun bahkan stop order kepada Negara Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan industri skala menengah ke atas mengalami kerugian, begitu pula pada industri skala kecil hingga menengah tidak bisa mendistribusi ikan ke pasar-pasar atau penjual ikan karena berlakunya PSBB di kabupaten dan di kota.
Hampir semua industri perikanan di Indonesia sudah tidak beroperasi optimal atau 100%. Rata-rata industri dapat beroperasi 20-30%, paling tinggi dapat beroperasi dengan angka 50%. Banyak pekerja yang terpaksa di rumahkan, bahkan di-PHK untuk meminimalisir kerugian. Banyak tanggungan yang dihadapi oleh pengusaha industri skala menengah ke atas seperti pembayaran pajak, tanggungan THR karyawan yang di-PHK dan dirumahkan, dan pembayaran listrik. Dari sisi hilir terkena kebijakan pemerintah Social Distancing dan dari sisi hulu yaitu permintaan mengalami penurunan sebesar 60%-70%.
Setelah pemateri pertama selesai memaparkan materi, dilanjutkan pemaparan oleh pemateri kedua yaitu Bapak Fransiscus. Beliau menjelaskan kondisi pembudidaya real di lapangan saat pandemi Covid-19. Beliau menyampaikan bahwa adanya pandemi ini berpengaruh terhadap pembudidaya skala kecil hingga menengah. Kendala yang langsung dirasakan pada awal pandemi ini yaitu masalah pakan. Pembudidaya kesulitan mendapatkan pakan untuk ikan yang sedang dipelihara karena harga pakan yang semakin mahal. Walau terdapat solusi yaitu membuat pakan mandiri, tetapi hal ini tidak dapat menjadi solusi skala panjang.
Pembudidaya juga mengalami kesulitan untuk menjual hasilnya. Biasanya penjualan hasil budidaya mencapai 100%, sekarang hanya 30-40%. Dengan diberlakunya Stay at Home untuk para penjual di pasar, membuat pembudidaya harus menawarkan secara langsung hasilnya kepada para konsumen. Banyak pembudidaya yang belum siap tentang hal tersebut.
Kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab oleh peserta. Masing-masing pertanyaan mengenai dampak pengusaha saat pandemi, strategi untuk menjaga stabilitas ekonomi bagi nelayan atau pembudidaya, menyikapi harga ikan yang tidak stabil, stok ikan saat ini, memasarkan produk perikanan pada saat ini, rencana industri pengolahan untuk memulihkan kondisi saat pandemi, bantuan pemerintah kepada nelayan dan pembudidaya, dan bantuan dari pemerintah atau bank terhadap industri perikanan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab secara singkat, jelas, dan padat oleh Bapak Kalma dan Bapak Fransiscus.
Menurut Bapak Kalma, pada situasi pandemi ini terjadi situasi yang serba sulit. Para nelayan terpaksa tidak melaut/menangkap ikan dan para karyawan terpaksa dirumahkan. Jika para nelayan melaut, harga jual ikan menurun sedangkan harga bahan bakar untuk kapal meningkat. Sehingga para nelayan akan mengalami kerugian. Jika karyawan masuk bekerja, ada aturan pemerintah yang membatasi jumlah karyawan masuk. Menurut Bapak Fransiscus, para pembudidaya pun mengalami gagal panen karena harga pakan yang naik dan semakin langka. Para pembudidaya terpaksa memanen ikan sebelum usianya dan menjual dengan harga murah kepada para pengusaha atau dikonsumsi sendiri oleh pembudidaya.
Bapak Fransiscus mengatakan bahwa Pemerintah saat ini belum ada kebijakan untuk harga ikan supaya stabil. Terjadinya ketidakstabilan harga di kota disebabkan karena diberlakukannya PSBB yang membuat distribusi terhambat. Ikan budidaya lebih didistribusikan ke daerah sekitar karena pembudidaya tidak bisa mendistribusi ikan dengan jarak yang jauh. Bapak Kalma pun mengatakan bahwa belum ada bantuan atau relaksasi pemerintah dan bank terhadap industri perikanan.
Pada situasi pandemi ini, pemerintah tidak boleh terus ber-meeting. Pemerintah lebih baik turun ke lapangan. Cara yang dapat dilakukan pemerintah yaitu menampung hasil selama 4 bulan ini supaya harga normal, dan penerapan APD untuk para nelayan. Bapak Kalma mengatakan bahwa salah satu memperpanjang nyawa di usaha perikanan yaitu mulai mengeluarkan stok ikan digudang supaya tidak membusuk. Stok ikan di Indonesia dalam cold storage saat ini cukup untuk 4-6 bulan ke depan, satu gudang dapat menyimpan 120 ton ikan segar. Industri pangan di Indonesia sangat banyak, dan cukup untuk memenuhi gizi warga Indonesia. Pemerintah juga diharapkan memberikan bantuan secara tunai dan nontunai kepada para nelayan, pembudidaya, dan karyawan yang kehilangan pekerjaannya di beberapa daerah.
Kesimpulan yang didapat pada diskusi online (daring) ini yaitu, kondisi di lapangan sangat signifikan, terjadinya penurunan produksi dan marketing yang macet; kebijakan pemerintah saat ini belum merata sampai ke daerah-daerah; para nelayan belum bisa melakukan pemasaran produk secara daring karena terbatasnya pengetahuan.